Jumat, 18 Maret 2011

Jeg-Jegan atau Jek-Jekan

Jeg-Jegan atau Jek-Jekan

Untuk permainan anak yang satu ini lebih sering dimainkan oleh anak laki-laki daripada anak perempuan. Namun begitu, kadang pula dimainkan oleh anak perempuan saja atau campuran, yakni anak laki-laki dan perempuan.Permainan jeg-jegan membutuhkan kecepatan berlari dan kekuatan fisik, sehingga lebih banyak dimainkan oleh anak laki-laki daripada perempuan. Di tempat lain, permainan ini juga disebut betengan, karena memang memerlukan tempat bersinggah atau markas bagi kedua kubu pemain. 
Istilah jeg-jegan berasal dari kata jeg yang artinya menduduki. Jadi jeg-jegan adalah suatu permainan, di mana pemain yang kalah harus meninggalkan tempat markasnya dan harus berpindah ke markas lain setelah diduduki oleh pemain lawan. Demikian pula dengan istilah betengan yang sering dipakai di tempat lain. Betengan berasal dari kata beteng. Beteng adalah satu tempat yang biasanya menjadi pertahanan suatu pasukan. Jika suatu kelompok pasukan kalah maka ia harus meninggalkan betengnya.

Permainan jeg-jegan atau betengan sering dimainkan oleh dua regu yang saling berhadapan, misalnya regu I (anggota A,B,C,D,E) berhadapan dengan regu II (anggota F,G,H,I, dan J). Setiap regu atau kelompok idealnya dimainkan lebih dari 4 orang agar permainan bisa berjalan seru. Namun bisa juga dimainkan kurang dari 4 orang untuk setiap regu. Masing-masing regu diwakili oleh seorang anggotanya, sebelum bermain melakukan “sut” untuk menentukan kalah menang. Misalkan, regu I kalah dan regu II menang. Selain itu keduanya juga harus menentukan markas, bisa berujud pohon, tiang, dan sebagainya. Sebisa mungkin, kedua markas itu berjarak sekitar 10-20 meter. Selain itu juga sudah harus ditentukan tempat penjara (berupa garis melingkar) yang biasanya dibuat sejajar dengan masing-masing beteng yang jaraknya sekitar 3-5 meter. Bagi regu yang kalah biasanya harus memancing diri untuk keluar dari markas/beteng, yang sebelumnya harus memegang beteng.

Pemain kalah, misalnya A, yang keluar dari markas. Maka ia bisa dikejar oleh pemain lawan, misalnya F. Sebelumnya, pemain F juga harus sudah memegang beteng. Jika pemain A tadi bisa terkejar dan tertangkap pemain F, maka pemain A harus menjadi tahanan regu II. Ia harus dipenjara di tempat yang sudah disediakan di dekat beteng regu II dengan cara berdiri. Anggota regu I, misalkan B, berusaha untuk membantu meloloskan temannya yang tertangkap. Sebelumnya pemain B juga sudah harus memegang beteng. Saat akan meloloskan A, ia juga bisa menangkap pemain F yang belum kembali ke markas. Begitu seterusnya saling mengejar dan meloloskan kawan yang tertangkap lawan. Setiap pemain yang telah kembali ke markasnya dianggap lebih kuat daripada pemain lawan yang tidak kembali ke markasnya.

Bisa jadi saat berkejar-kejaran, anggota regu I ada yang menyelinap dan memegang beteng lawan. Maka regu I dianggap menang. Tetapi saat ia akan memegang beteng lawan, keburu ditangkap regu II, maka ia juga ikut tertangkap dan menjadi tahanan. Begitulah seterusnya, regu yang pertama kali dapat menduduki atau memegang beteng lawan dianggap menjadi pemenang. Jika regu I dapat menduduki markas lawan, maka regunya mendapat nilai 1. Permainan bisa diulangi kembali seperti semula.

Tentu permainan ini membutuhkan sportivitas dari setiap pemain. Jika ada yang bermain curang, tentu ia akan selalu diancam oleh teman lainnya dan tidak akan dipercaya lagi untuk ikut bermain. Selain itu permainan ini juga membutuhkan kerjasama yang baik di antara anggota dalam satu tim atau regu. Setiap pemain harus bisa mengetahui posisinya sebagai penunggu markas atau pecundang. Tidak boleh saling egois. Jika larinya tidak bisa kencang, maka lebih baik berposisi penunggu markas. Begitulah permainan ini yang masih sering dimainkan oleh anak-anak di masyarakat Jawa di era tahun 1980-an. Tentu berbeda dengan situasi sekarang.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda